“Nilai
kehidupan manusia, bukan dinilai dari baik buruknya pengetahuan, tinggi
rendahnya gelar, ataupun banyak sedikitnya kekayaan. Akan tetapi dinilai dari
seberapa besar sumbangsihnya”. Jika kalian memiliki segalanya tapi tidak tahu untuk menyumbangkannya, perlahan
akan sulit untuk menggapai sukses malah justru kegagalan yag didapat.
Segala
sesuatu yang berbentuk didunia ini adalah alat. Misalkan batu, jika digunakan
dengan baik dan bijak akan menjadi batu pijakan, tapi jika disalahgunakan malah
akan menjadi batu sandungan. Coba tengok bibir kita, bibir lah yang berbicara
moral dan kebenaran; bibir juga yang mengadu domba dan membuat gossip. Sepasang
tangan ini: yang memapah orang adalh dia;
yang mendorong orang juga dia. Sepasang kaki ini: yang menjalankan
segala urusan demi orang lain adalah dia;dan yang pergi ketempat yang tidak
seharusnya juga dia. Ini semua tergantung kita bisa atau tidak menggunakannya. Jika
bisa menggunakannya, akan menjadi batu pijakan, jika tidak malah jadi batu
sandungan, tapi semua itu yang menentukan adalah diri sendiri.
Jaman
dahulu ada seseorang yang pergi menjenguk temannya. Orang ini sangat miskin,
tapi temannya sangat kaya. Kemudian temannya member dia banyak emas dan pusaka.
Dalam perjalanan puang karena terlalu letih, dia taruh emas dan pusaka itu di
atas badannya, kemudian teridur. Saat temannya melihat, alangkah terkejutnya
dia. Segera saja dibangunkan orang yang sedang tertidur itu, seraya berkata,
“anda begitu miskin, dan saya sudah beri anda emas dan pusaka, tapi mengapa
anda letakkan di badanmu begitu saja lalu tidur? Kalau dirampok atau dicuri
bagaimana?” setelah terbangun, dia mengatakan sepotong kaliman yang sangat
bermakna, “kita manusia, saat mata terbuka, memang semuanya milikmu. Tapi
begitu mata tertutup, benda apa yang masih jadi mmilikmu ?” bahkan istri pun
belum tentu milikmu!
Maka
dari itu apa yang perlu diperebutkan ? karena”besok” belum tentu masih milik
kita! Ada orang berkata, “ orang mati tidak ada hari ini, orang hidup tidak ada
hari esok.” Kita yang hidup, saat ini adalah hari ini, betul tidak?
Dahulu
ada lelucon, diceritakan bahwa ada seorang anak kecil, dia murid SD kelas 6.
Suatu hari pulang ke ru,ah buru-buru membuat PR,sedangkan ibunya sudah pergi
tidur karena mengasuh adik kecilnya. Saat ibunya terjaga tengah malam, masih
melihat anaknya sedang membuat tugas rumah. Hati ibunya sedikit tak tega
akhirnya berkata, “Xiao Mao! Tidak usah menulis lagi, lanjutkan esok pagi
saja!” saat itu anak terkecil yang disamping juga terbangun dan bertanya,
“Maman esok itu apa?” Mamanya menjawab, “Pejamkan mata sekarang, tunggu saat
langit sudah terang baru buka mata, saat itulah yang dsebut esok.” Di saat anak
ini terbangun keesokan harinya, terus berteriak “Sekarang adalah hari esok!”
sekarang adalah hari esok!” tapi sebenarnya sekarang adalah hari in, bukan
esok.
Jadi
esok itu apa ? esok itu hanyalah sebuah harapan. Karena hanya sebuah harapan,
tidak ada orag yang berani berkata, saya bisa hidup sampai esok. Hidup anda
adalah “hari ini”. Bahkan esok pun belum tentu, jadi anda masih berebut apa ?
Kehidupan
manusia bagaikan mimpi, mengapa dibuat begitu serius! Misal ada orang yang
memarahi saya, saya akan anggap sedang bermimpi. Ada tidak yang kemarin
bermimpi dimarahi, setelah bangun hari ini masih berkata, “ saya sungguh kesal,
tidak terima!” , tidak perlu bukan ? Hidup manusia bagaikan mimpi, jadi buat
apa begitu serius! Maka banyak hal, pandanglah dengan tawar. Dengan memandang
tawar, kita bisa mengenali dengan jelas, bisa melepaskan, dan juga bisa bebas.
Maka kita akan merasa nyaman.
Sumber: "Bagaimana Menciptakan Kehidupan yang Bahagia" Karya Zheng Wu Jun
(Heldy Gunawan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar