Senin, 06 Mei 2013

Mengenali Asli Dan Yang Palsu



“Nilai kehidupan manusia, bukan dinilai dari baik buruknya pengetahuan, tinggi rendahnya gelar, ataupun banyak sedikitnya kekayaan. Akan tetapi dinilai dari seberapa besar sumbangsihnya”. Jika kalian memiliki segalanya tapi  tidak tahu untuk menyumbangkannya, perlahan akan sulit untuk menggapai sukses malah justru kegagalan yag didapat.
Segala sesuatu yang berbentuk didunia ini adalah alat. Misalkan batu, jika digunakan dengan baik dan bijak akan menjadi batu pijakan, tapi jika disalahgunakan malah akan menjadi batu sandungan. Coba tengok bibir kita, bibir lah yang berbicara moral dan kebenaran; bibir juga yang mengadu domba dan membuat gossip. Sepasang tangan ini: yang memapah orang adalh dia;  yang mendorong orang juga dia. Sepasang kaki ini: yang menjalankan segala urusan demi orang lain adalah dia;dan yang pergi ketempat yang tidak seharusnya juga dia. Ini semua tergantung kita bisa atau tidak menggunakannya. Jika bisa menggunakannya, akan menjadi batu pijakan, jika tidak malah jadi batu sandungan, tapi semua itu yang menentukan adalah diri sendiri.
Jaman dahulu ada seseorang yang pergi menjenguk temannya. Orang ini sangat miskin, tapi temannya sangat kaya. Kemudian temannya member dia banyak emas dan pusaka. Dalam perjalanan puang karena terlalu letih, dia taruh emas dan pusaka itu di atas badannya, kemudian teridur. Saat temannya melihat, alangkah terkejutnya dia. Segera saja dibangunkan orang yang sedang tertidur itu, seraya berkata, “anda begitu miskin, dan saya sudah beri anda emas dan pusaka, tapi mengapa anda letakkan di badanmu begitu saja lalu tidur? Kalau dirampok atau dicuri bagaimana?” setelah terbangun, dia mengatakan sepotong kaliman yang sangat bermakna, “kita manusia, saat mata terbuka, memang semuanya milikmu. Tapi begitu mata tertutup, benda apa yang masih jadi mmilikmu ?” bahkan istri pun belum tentu milikmu!
Maka dari itu apa yang perlu diperebutkan ? karena”besok” belum tentu masih milik kita! Ada orang berkata, “ orang mati tidak ada hari ini, orang hidup tidak ada hari esok.” Kita yang hidup, saat ini adalah hari ini, betul tidak?
Dahulu ada lelucon, diceritakan bahwa ada seorang anak kecil, dia murid SD kelas 6. Suatu hari pulang ke ru,ah buru-buru membuat PR,sedangkan ibunya sudah pergi tidur karena mengasuh adik kecilnya. Saat ibunya terjaga tengah malam, masih melihat anaknya sedang membuat tugas rumah. Hati ibunya sedikit tak tega akhirnya berkata, “Xiao Mao! Tidak usah menulis lagi, lanjutkan esok pagi saja!” saat itu anak terkecil yang disamping juga terbangun dan bertanya, “Maman esok itu apa?” Mamanya menjawab, “Pejamkan mata sekarang, tunggu saat langit sudah terang baru buka mata, saat itulah yang dsebut esok.” Di saat anak ini terbangun keesokan harinya, terus berteriak “Sekarang adalah hari esok!” sekarang adalah hari esok!” tapi sebenarnya sekarang adalah hari in, bukan esok.
Jadi esok itu apa ? esok itu hanyalah sebuah harapan. Karena hanya sebuah harapan, tidak ada orag yang berani berkata, saya bisa hidup sampai esok. Hidup anda adalah “hari ini”. Bahkan esok pun belum tentu, jadi anda masih berebut apa ?
Kehidupan manusia bagaikan mimpi, mengapa dibuat begitu serius! Misal ada orang yang memarahi saya, saya akan anggap sedang bermimpi. Ada tidak yang kemarin bermimpi dimarahi, setelah bangun hari ini masih berkata, “ saya sungguh kesal, tidak terima!” , tidak perlu bukan ? Hidup manusia bagaikan mimpi, jadi buat apa begitu serius! Maka banyak hal, pandanglah dengan tawar. Dengan memandang tawar, kita bisa mengenali dengan jelas, bisa melepaskan, dan juga bisa bebas. Maka kita akan merasa nyaman. 

Sumber: "Bagaimana Menciptakan Kehidupan yang Bahagia" Karya Zheng Wu Jun 
(Heldy Gunawan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar